INFO pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah, minggu lalu dikejutkan rencana Kemendikbud untuk meluncurkan kembali penilaian berskala nasional; asesmen nasional (AN). Asesmen ini juga disebut sebagai asesmen kompetensi minimum (AKM), instrumen penilaian (literasi dan numerasi) yang ditujukan untuk mengukur kompetensi minimum atau kemampuan mendasar siswa yang diperlukan, terlepas dari profesi dan cita-cita di masa depan (Panduan AKM, 2020).
Literasi dan numerasi merupakan kompetensi yang dikembangkan secara lintas mata pelajaran. Kemampuan membaca yang diukur melalui AKM Literasi, dikembangkan tidak hanya melalui mata pelajaran bahasa Indonesia, tetapi juga pelajaran agama, IPA, IPS, dan mata pelajaran lainnya. Demikian juga kemampuan berpikir logis-sistematis, diukur melalui AKM Numerasi dalam berbagai pelajaran. Dengan mengukur literasi dan numerasi, AN akan mendorong guru semua mata pelajaran untuk berfokus pada pengembangan kompetensi membaca dan berpikir logissistematis.
Sejak diumumkan, AN/AKM sudah menuai berbagai pandangan kritis dari penyelenggara dan pengamat pendidikan, baik yang bernada mencemaskan maupun memberikan apresiasi dan dukungan terhadapnya. Tulisan ini akan menunjukkan apa sebenarnya yang perlu segera mendapat perhatian dari pemerintah (Kemendikbud) dan pemerintah daerah terkait dengan kemampuan Literasi Penilaian penyelenggara pendidikan. Terutama terkait dengan kepala sekolah dan guru sehingga mereka mampu secara tepat guna memperlakukan hasil penilaian (data dan informasi), termasuk penilaian berskala besar (a large scale assessment).
Kedudukan AN/AKM dan UN AN sedikit berbeda dengan ujian nasional (UN) sebelumnya, baik dalam jumlah mata pelajaran maupun substansi yang diujikan. Dalam UN, materi sejumlah mata pelajaran yang diujikan merupakan representasi kurikulum yang sudah diajarkan pada siswa di setiap satuan jenjang pendidikan; SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA. Representasi kurikulum yang sudah diajarkan ini penting untuk diperhatian dalam mendesain instrumen UN guna dapat menjamin kualitas validitas keputusan yang dibuat terkait dengan hasil belajar siswa, seperti keputusan kelulusan. Kurikulum bukan hanya bermuatan konten, melainkan juga kompetensi (tingkatan kemampuan berpikir jika merujuk pada taxonomy Bloom.
Karenanya kemampuan berpikir tersebut juga harus dilatih/diajarkan, instrumen UN juga dimandatkan untuk mengukur kemampuan berpikir logis, pemecahan masalah, inferensi, analisis, sintesis, dan evaluasi, di samping konsep-konsep dasar dan prosedural (rote-learning). Jadi, mengklaim AKM berbeda secara siknifikan dengan UN terkait dengan kompetensi mendasar itu bisa dipandang sebagai pernyataan berlebihan, dan misleading.
Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/355756-un-anakm-dan-literasi-penilaian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar