Pengertian Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah tekanan darah tinggi yang disebabkan oleh masalah kesehatan atau penyakit lain, seperti gangguan pada pembuluh darah, jantung, ginjal, atau sistem endokrin. Hipertensi sekunder juga bisa terjadi karena kehamilan.
Hipertensi sekunder perlu ditangani secara dini untuk menghindari terjadinya komplikasi akibat gangguan pada pembuluh darah, seperti stroke, penyakit jantung, atau gagal ginjal.
Gejala Hipertensi Sekunder
Berikut ini adalah beberapa tanda yang bisa mengindikasikan seseorang terkena hipertensi sekunder, di antaranya:
- Hipertensi resisten. Tekanan darah tinggi (tekanan darah sistolik di atas 140 mm Hg dan diastolik di atas 90 mm Hg) yang tidak bisa diatasi dengan kombinasi 1 atau 2 obat hipertensi.
- Tekanan darah yang sangat tinggi. Tekanan darah sistolik lebih dari 180 mm Hg dan diastolik lebih dari 120 mm/hg.
- Tidak ada riwayat hipertensi dalam keluarga.
- Serangan darah tinggi mendadak sebelum usia 30 tahun, atau setelah usia 55 tahun.
- Adanya gejala lain yang berkaitan dengan penyakit penyebab hipertensi sekunder.
Penyebab Hipertensi Sekunder
Hanya sepuluh persen kasus hipertensi yang masuk ke dalam kategori hipertensi sekunder, selebihnya adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya.
Umumnya penyebab hipertensi sekunder berkaitan dengan peningkatan produksi hormon, misalnya:
1. Penyakit ginjal.
Apabila terjadi gangguan aliran darah yang masuk ke ginjal, maka ginjal akan mengeluarkan hormon yang disebut renin, yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.
2. Pheochromocytoma.
Tumor pada kelenjar adrenal yang memproduksi hormon epinefrin (adrenalin) dan nonepinefrin (nonadrenalin) berlebih.
3. Hiperaldosteronisme (sindrom Conn).
Berlebihnya produksi hormon aldosteron oleh kelenjar adrenal, yang dapat menghambat pengeluaran garam dari dalam tubuh.
4. Hiperkortisolisme (sindrom Cushing). Kelenjar adrenal memproduksi hormon kortisol secara berlebih. Keadaan ini bisa juga terjadi pada tumor kelenjar adrenal, baik ganas maupun jinak.
5. Hiperparatiroidisme.
Meningkatnya produksi hormon paratiroid (parathormon) yang menyebabkan kadar kalsium meningkat. Pada penderita hiperparatiroidisme, hampir selalu ada hipertensi. Namun apa yang menyebabkan hipertensi tersebut masih belum jelas.
Selain itu, ada juga beberapa pemicu lain yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder terjadi, di antaranya:
1. Diabetes nefropati.
Komplikasi diabetes yang dapat merusak sistem kerja ginjal.
2. Penyakit glomerular.
Pembengkakan atau kerusakan pada penyaring kecil bernama glomeruli yang berfungsi menyaring
zat buangan, termasuk garam, dari dalam tubuh.
3. Hipertensi renovaskular.
Hipertensi yang terjadi karena penyempitan pada kedua arteri yang membawa pasokan darah ke
ginjal.
4. Koarktasi aorta.
Penyempitan aorta yang merupakan cacat bawaan lahir.
5. Kehamilan.
Tekanan pada arteri yang umumnya terjadi saat hamil dan dapat mengakibatkan preeklampsia.
6. Gangguan tidur (sleep apnea).
Kerusakan pada dinding pembuluh darah dikarenakan pasokan oksigen yang minim saat tidur.
7. Obesitas.
Kondisi ini akan meningkatkan aliran darah dalam tubuh, memicu tekanan yang lebih pada
dinding arteri.
8. Obat-obatan.
Efek samping dekongestan, obat pereda sakit, pil kontrasepsi, obat antidepresi, obat antiinflamasi
nonstreoid (NSAIDs), metamfetamina dan beberapa obat herba dengan kandungan tertentu dapat
meningkatkan tekanan darah dalam tubuh. Tindakan seperti transplantasi organ pun bisa menjadi
salah satu pemicu tingginya tekanan darah.
Diagnosis Hipertensi Sekunder
Diagnosis hipertensi sekunder biasanya tidak dapat dilakukan dalam sekali pertemuan. Untuk membedakan hipertensi sekunder dan primer, diperlukan informasi mengenai riwayat penyakit penderita dan riwayat kesehatan keluarga, Kemudian dalam pemeriksaan fisik, diperiksa tekanan darah, berat badan, ada-tidaknya penimbunan cairan, serta tanda khas lain yang bisa mengindikasikan adanya penyakit yang menjadi penyebab.
Pemeriksaan pendukung yang dapat dilakukan untuk membantu menentukan diagnosa adalah sebagai berikut:
- Pemeriksaan darah, untuk memeriksa kadar kalium, glukosa, kreatinin, sodium, kolestrol, trigliserida, dan nitrogen urea (BUN) dalam darah.
- Pemeriksaan urine, untuk memeriksa adanya kondisi kesehatan lain yang memicu naiknya tekanan darah.
- Ultrasonografi, untuk mendapatkan gambaran ginjal dan arterinya menggunakan gelombang suara.
- Elektrokardiogram, untuk memeriksa fungsi jantung, apabila ada kecurigaan bahwa gangguan jantung merupakan penyebab hipertensi.
Pengobatan Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder bisa diobati dengan cara mengatasi penyakit penyebabnya. Apabila tidak bisa ditangani dengan obat-obatan, baru dipertimbangkan operasi.
Beberapa obat yang biasanya diberikan untuk kasus hipertensi sekunder adalah:
- Obat diuretik golongan thiazide. Obat ini bekerja di ginjal, untuk membantu pengeluaran garam dan air dari dalam tubuh, sehingga menurunkan volume darah.
- Obat penghambat saluran kalsium (calcium channel blocker). Efek obat ini adalah terjadinya relaksasi pembuluh darah dan perlambatan denyut jantung.
- Obat penghambat beta (beta blockers). Kerja obat ini dalam menurunkan tekanan darah adalah dengan menurunkan kekuatan dan kecepatan denyut jantung serta melebarkan pembuluh darah.
- Obat penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE inhibitors). Obat ini berkerja dengan menghambat pembentukan zat-zat dalam tubuh yang dapat menimbulkan kontraksi pada pembuluh darah.
- Obat penghambat reseptor angiotensin II (angiotensin II receptor blockers). Sedikit berbeda dengan ACE inhibitors, penghambatan dilakukan terhadap kerja dari zat-zat yang dapat menimbulkan kontraksi pembuluh darah, bukan pada pembentukannya.
- Obat penghambat renin (direct renin inhibitors). Obat ini menghambat kerja renin, yaitu suatu hormon yang dihasilkan oleh ginjal dengan fungsi menaikkan tekanan darah.
- Obat penghambat alfa (alpha blocker). Obat ini bekerja dengan cara menghambat kontraksi pembuluh darah. Obat penghambat alfa biasa digunakan bersama dengan obat antihipertensi lain, khususnya pada hipertensi yang berkaitan dengan kerja hormon adrenalin, seperti: sindrom Conn, sindrom Cushing, atau pheochromocytoma.
Komplikasi Hipertensi Sekunder
Komplikasi hipertensi sekunder dapat terjadi apabila pengobatan hipertensi atau penyakit penyebab tidak dilakukan dengan benar dan tuntas. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi yaitu:
- Gagal jantung
- Kerusakan arteri
- Penyempitan arteri di ginjal
- Pelebaran hingga penggembungan pembuluh darah (aneurisma)
- Penyempitan atau pecahnya pembuluh darah pada mata
- Penurunan fungsi otak
Pencegahan Hipertensi Sekunder
Sebagian besar penyebab hipertensi sekunder sulit dihindari. Meskipun begitu, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menekan risiko terjadinya penyakit ini, seperti:
- Mengatur pola makan. Banyak mengonsumsi buah, sayur, atau makanan rendah lemak lainnya. Makanan seperti kentang, pisang, alpukat dan bayam yang mengandung kalium tinggi dapat menjadi pilihan. Menghindari makanan kaleng atau makanan beku untuk mengurangi asupan garam. Mengonsumsi kacang-kacangan dan susu rendah lemak juga dapat membantu menekan gejala hipertensi.
- Mengontrol berat badan. Obesitas kerap menjadi alasan utama seseorang terserang berbagai penyakit akut, termasuk hipertensi sekunder. Dengan menjaga asupan makanan dan melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit per hari dapat membantu menurunkan tekanan darah dalam tubuh.
- Hindari merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol. Merokok dapat merusak dinding arteri dan menyumbat aliran darah dalam tubuh, sementara minuman beralkohol dapat meningkatkan tekanan darah jika dikonsumsi secara berlebihan.
- Hindari stres berlebih. Stres dapat mengakibatkan penyempitan pembuluh darah, meningkatkan detak jantung serta tekanan darah. Stres dapat dihindari dengan melakukan aktivitas yang menenangkan, seperti meditasi, yoga, terapi pernapasan, olahraga, atau tidur secara cukup.
Sumber : http://www.alodokter.com/hipertensi-sekunder
Tidak ada komentar:
Posting Komentar